*MK Berikan Waktu DPRA 14 Hari untuk Perbaiki Gugatan
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi hari ini telah memulai sidang perdana gugatan sengketa kewenangan lembaga negara antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dengan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Dalam sidang yang berlangsung 20 menit itu, hakim Mahkamah Konstitusi memberi waktu hingga 14 hari ke depan kepada kuasa hukum DPRA untuk melengkapi berkas gugatan.
"Mekanisme sidangnya memang begitu. Setelah sidang pertama, diberi kesempatan untuk memperbaiki dan melengkapi gugatan. Hakim minta dikongritkan gugatan," kata Mukhlis Mukhtar, kuasa hukum DPRA saat dihubungi The Atjeh Post seusai sidang, Jumat, 2 Desember 2011.
Sidang perdana itu dihadiri Ketua DPRA Hasbi Abdullah. Selain Mukhlis Mukhtar, hadir juga Safaruddin selaku kuasa hukum DPRA. Sedangkan dari KIP diwakili kuasa hukumnya, Imran Mahfudi dan Ansharullah Ida dari kantor hukum Imran Mahfudi dan rekan.
Mukhlis mengatakan, dalam gugatan disampaikan, berdasarkan UU 1945 pasal 18 b, negara wajib menghargai dan menghormati kekhususan atau keitimewaan suatu daerah. "Karena Aceh adalah sebuah daerah khusus sesuai UUPA, berhak mengurus sendiri urusan pemerintahannya termasuk kewenangan memilih gubernur, bupati dan walikota sesuai dengan ketentuan pasal 73 UUPA.
Namun, kata Mukhlis, KPU Pusat dengan surat bernomor 235/2011 telah mengganggu kewenangan Aceh karena dengan surat tersebut KIP Aceh selaku penyelenggara pemilihan kepala daerah telah menetapkan jadwal dan tahapan pemilihan.
"Tindakan KPU dan KIP membuat tahapan yang tidak berdasarkan UUPA, maka DPR Aceh berpendapat KPU dan KIP telah merugikan atau menghilangkan kewenangan Aceh dalam hal pemilihan gubernur, bupati dan walikota," kata Muklis.
Dalam sidang yang dimulai pukul 09.30 pagi tadi, hakim kemudian memberi masukan kepada pemohon untuk melengkapi legal standing dan alasan-alasan permohonan.
Sidang perdana itu dihadiri Ketua DPRA Hasbi Abdullah. Selain Mukhlis Mukhtar, hadir juga Safaruddin selaku kuasa hukum DPRA. Sedangkan dari KIP diwakili kuasa hukumnya, Imran Mahfudi dan Ansharullah Ida dari kantor hukum Imran Mahfudi dan rekan.
Mukhlis mengatakan, dalam gugatan disampaikan, berdasarkan UU 1945 pasal 18 b, negara wajib menghargai dan menghormati kekhususan atau keitimewaan suatu daerah. "Karena Aceh adalah sebuah daerah khusus sesuai UUPA, berhak mengurus sendiri urusan pemerintahannya termasuk kewenangan memilih gubernur, bupati dan walikota sesuai dengan ketentuan pasal 73 UUPA.
Namun, kata Mukhlis, KPU Pusat dengan surat bernomor 235/2011 telah mengganggu kewenangan Aceh karena dengan surat tersebut KIP Aceh selaku penyelenggara pemilihan kepala daerah telah menetapkan jadwal dan tahapan pemilihan.
"Tindakan KPU dan KIP membuat tahapan yang tidak berdasarkan UUPA, maka DPR Aceh berpendapat KPU dan KIP telah merugikan atau menghilangkan kewenangan Aceh dalam hal pemilihan gubernur, bupati dan walikota," kata Muklis.
Dalam sidang yang dimulai pukul 09.30 pagi tadi, hakim kemudian memberi masukan kepada pemohon untuk melengkapi legal standing dan alasan-alasan permohonan.
Sedangkan kuasa hukum KIP Aceh Imran Mahfudi mengatakan, dalam sidang pihaknya hanya mendengarkan, karena agenda sidang hanya mendengarkan saran dan masukan dari majelis yang diajukan pemohon."Hakim juga meminta kepada pemohon untuk memastikan agar tindakan mengajukan permohonan itu merupakan keputusan lembaga yang diputuskan melalui mekanisme pengambilan keputusan di DPRA," kata Imran.[]
Sumber: Atjehpost.com
Sumber: Atjehpost.com